KHARISMA INTAN MAULIDYA
Selasa, 14 Mei 2024
Senin, 19 Februari 2024
TUGAS CERPEN
Amarah Sang Laut
Di suatu pesisir pantai terdapat suatu desa yang terletak di tepi pantai. Desa tersebut cukup makmur. Penduduk di sana hidup damai dan saling bergotong royong. Para nelayan bisanya menangkap ikan menggunakan jaring pancing. Mereka sangat memperhatikan keseimbangan ekosistem laut. Tetapi jika menggunakan jaring pancing, ikan yang didapat para nelayan tidak banyak jumlahnya.
Harga ikan di pasar pun saat ini sedang turun harga, sehingga penghasilan yang didapatkan para nelayan hanya sedikit. Awalnya mereka tidak mempermasalahkan turunnya harga ikan di pasar, tetapi semakin lama kebutuhan ekonomi juga semakin meningkat.
Karena krisis ekonomi, para nelayan sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Karena merasa frustasi dengan ekonomi yang dimilikinya, salah satu nelayan yang bernama Edi memiliki niat buruk, yaitu ingin mengajak beberapa nelayan bekerja sama untuk melancarkan rencananya menangkap ikan tidak lagi dengan jaring pancing, melainkan menggunakan pukat harimau. Ada beberapa nelayan yang menentang, tetapi ada juga nelayan yang setuju dengan tawaran Edi.
"Aku ingin mengajak kalian untuk bekerja sama denganku menangkap ikan di laut. Tapi kali ini tidak menggunakan jaring, tetapi pukat harimau," ajak Edi.
"Jika menggunakan pukat, bagaimana dengan ikan-ikan kecil? Apa ekosistem bisa terus terjaga?" tanya seseorang yang bernama Sabari. Beberapa nelayan juga menyetujui ucapan Sabari.
"Halah... tidak usah munafik kalian! Aku tahu sekarang ini kalian semua sedang kekurangan uang. Ini satu satunya cara agar keadaan ekonomi kalian cepat membaik," balas Edi mengiming-imingi.
"Aku setuju dengan Edi. Aku tidak peduli bagaimana nantinya, yang penting sekarang ini aku sedang butuh uang," ucap salah seorang nelayan. Beberapa nelayan pun juga ikut bekerja sama dengan Edi.
Melihat hasil tangkapan Edi yang cukup banyak, para nelayan yang dulunya tidak setuju dengan tawaran Edi, semakin lama semakin banyak yang ikut menangkap ikan dengan pukat harimau. Kecuali Sabari. Ia tetap teguh pada pendiriannya untuk tidak ingin merusak ekosistem laut
"Sabari, kau yakin tidak ingin berganti menggunakan pukat? Jika kau terus menggunakan jaring, apa yang kau dapat? Kami semua sudah menggunakan pukat, kau sudah pasti akan kalah saing," tanya Edi.
"Tidak! lebih baik aku mendapatkan hasil sedikit daripada hasil yang banyak tetapi merusak laut. Lagi pula dengan pendapatan ku saat ini, itu masih cukup untuk kebutuhan sehari-hari," tolak Sabari.
"Kau bisa berkata seperti itu karena kau menghidupi dirimu sendiri. Berbeda dengan kami yang memiliki tanggungan biaya keluarga," balas Edi sedikit kesal.
Karena semakin hari semakin banyak nelayan yang menggunakan pukat harimau, ekosistem laut menjadi terganggu. Ikan-ikan kecil pun sudah habis. Akhirnya hasil tangkapan nelayan semakin hari semakin sedikit, para nelayan ingin berlayar lebih jauh untuk mendapatkan hasil tangkapan yang mereka inginkan. Sabari sudah mencoba untuk mencegah mereka, namun mereka tetap melakukannya terus-menerus.
Pada suatu malam saat para nelayan akan pergi menangkap ikan, Sabari merasa sedikit ganjal dengan ombak laut malam ini. Ia mencoba memperingati para nelayan agar tidak pergi menangkap ikan malam ini.
"Sebaiknya kalian tidak pergi melaut malam ini. Aku merasa gelombang air laut tidak bersahabat. Sepertinya akan ada ombak. Cuacanya juga tidak begitu bagus," peringat Sabari.
"Yang benar Sabari?" tanya Rahmat, salah satu nelayan yang akan ikut pergi melaut malam ini.
"Halah, kau pasti hanya menakuti kami Sabari. Tidak ada yang aneh dengan laut dan cuacanya. Kau pasti iri kan?! Kau juga ingin menggunakan pukat, tetapi merasa gengsi karena ulu selalu menolak menggunakan pukat," jawab Edi menyangkal ucapan Sabari.
"Tapi jika ucapan Sabari benar bagaimana Edi?" ucap Rahmat.
"Terserah kau Rahmat jika kau lebih percaya omong kosong si Sabari. Tapi aku yakin kau akan menyesal!" ucap Edi.
Rahmat terdiam, terlihat menimang-nimang keputusannya, "Aku tidak jadi ikut, Aku akan tetap di sini, aku punya istri dan anak yang masih kecil. Aku takut jika terjadi sesuatu bagaiman mereka nantinya."
"Pengecut sekali kau Rahmat!" ucap Edi.
"Jangan terlalu serakah dan egois pada alam, itu tidak akan berakhir baik. Terserah kalian jika tetap ingin pergi melaut, yang penting aku sudah memperingatkan."
Para nelayan tidak ada yang mendengarkan ucapan Sabari. Mereka tetap pergi melaut. Mereka sudah mulai memasang pukat-pukat.
"Lihat kan? tidak terjadi apa-apa di sini, malah ada banyak ikan. Ucapan Sabari tadi itu hanya bualan saja," ucap Edi pada para nelayan.
Awalnya semua berjalan dengan lancar. Sudah banyak ikan yang terjaring. Lalu tiba-tiba air laut meninggi disertai badai yang sangat dahsyat, langit makin menghitam disertai gemuruh yang datang.
"Edi! Cuaca tiba-tiba berubah buruk, aku rasa juga ada ombak tinggi yang akan datan. Bagaimana ini? Apa tida sebaiknya kita cepat-cepat pulang?" cemas Agus, salah seorang nelayan.
"Iya Edi, kita pulang saja, tangkapan malam ini juga sudah cukup," sahut salah seorang nelayan lainnya.
"Kalian tenang saja. Kapalku ini besar, tidak mungkin bisa tenggelam hanya karena ombak," jawab Edi meremehkan.
Setelah Edi mengatakan itu, ombak dahsyat langsung menghantam kapal-kapal nelayan yang ada di sana saat itu. Seluruh kapal menjadi terombang-ambing di atas laut.
"Edi, bagaimana ini? Katamu kapal kita aman, tapi apa sekarang?! Tahu begitu aku tadi mendengarkan Sabari dan ikut Rahmat tidak melaut," sesal Agus.
"Salahmu sendiri ikut denganku, padahal aku tidak memaksamu. Jika kau tidak terima, pergi saja dari kapalku," kesal Edi.
Setengah badan kapal Edi sudah terendam air, sementara kapal-kapal lain sudah banyak yang tenggelam. Karena ombak tidak kunjung mereda, kapal para nelayan sudah tidak mampu bertahan, hingga pada akhirnya semuanya tenggelam tidak tersisa.
Kabar terjadinya badai besar dan hilangnya kapal para nelayan sudah sampai kepada para penduduk desa. Keesokan harinya banyak warga yang pergi mencari Edi dan para nelayan lainnya, namun naasnya mereka tidak dapat ditemukan oleh para warga. Rahmat merasa sangat bersyukur karena mendengarkan perkataan Sabari kemarin. Ia sudah menyesal dan menyadari semua kesalahannya.
"Terimakasih Tuhan, Engkau masih memberiku kesempatan untuk menjaga istri dan anakku. Aku berjanji, setelah ini tidak akan lagi merusak alam. Aku tidak akan menggunakan pukat lagi untuk menangkap ikan. Aku sudah bertaubat," ucap syukur Rahmat kepada Tuhan.
"Baguslah kalau kau sudah bertaubat Rahmat. Semua ini adalah akibat dari perbuatan mereka sendiri. Kita do'akan saja agar mereka segera ditemukan dalam kondisi selamat. Kau beruntung masih diberi kesempatan oleh Tuhan untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya," nasihat Sabri.
"Sudah cukup kejadian kemarin sebagai pelajaran bagi kita semua. Berharap pada generasi selanjutnya kejadian yang sama tidak akan terulang kembali," sambungnya.
Alam sudah sepatutnya dijaga. Bukan hanya diperairan saja, tetapi segala sesuatu yang diberikan oleh Tuhan harus bisa dijaga serta kita tidak boleh serakah dalam memanfaatkannya.
Senin, 05 Februari 2024
Selamat Datang
Selamat datang di blog saya ini semoga kalian dapat inspirasi dari blog saya ini
Terimakasih.